Beberapa artikel di Web P2kp.org akhir-akhir ini menyoroti tentang UPK. Persoalan-persoalan UPK dan solusi-solusinya diungkap. Ternyata perjalanan PNPM dari tahun 2007 s/d 2013 isu persoalan tersebut tidak pernah hilang atau bergeser, bahkan semakin menggema. Hal ini menandakan realitas di lapangan, banyak upk yang kita fasilitasi bermasalah.
Walaupun demikian, kita juga harus bangga karena tidak sedikit UPK yang sudah berhasil. Sayangnya UPK yang berhasil sampai dengan saat ini belum diarahkan sesuai dengan roadmap pnpm tahun 2013, yakni penguatan kelembagaan masyarakat (BKM, UPK, dll) diantaranya adalah peningkatan status hukum untuk melindungi asset dan memudahkan kerjasama dengan pihak lain. Dan seharusnya inilah yang menjadi salah satu indicator keberhasilan PNPM pada tahun-tahun kedepan.
Apakah ini disebabkan belum adanya konsep yang jelas sehingga belum diaplikasikan atau belum ada kemauan dari program PNPM Perkotaan sendiri. Maka sangat disayangkan bahwa Tenaga Ahli-Tenaga Ahli yang PNPM miliki hanya berkutat pada pembukuan dan capaian LAR, PAR, RoI, CCr, kurang mendukung cita-cita yang besar dan mulia ini (road map).
Drs. Oce kabid Koperasi dan UMKM Disperindagkop kab. Karanganyar dalam kesempatan diskusi mengatakan bahwa PNPM memiliki potensi masalah yang sangat besar, jika tidak segera menjembatani UPK menjadi Koperasi. Alasan Pertama : Modal pinjaman bergulir dari tahun ke tahun terus membesar, bahkan ada yang lebih dari 1 M; Kedua : UPK dalam menjalankan pinjaman bergulir tidak memiliki payung hukum yang jelas, sehingga risakan dana yang telah ada dapat diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu; ketiga : Pasca program yang belum siap, UPK bisa dikuasai oleh pihak-pihak tertentu.
Bisa jadi alasan yang dikemukakan oleh Drs. Oce tersebut benar, maka sudah barang tentu kita harus segera bertindak dan bersikap, tidak sekedar hanya sebuah road map tanpa ada aksi yang nyata. Namun sebelum kita menentukan sikap, ada baiknya pula mengkaji mengapa harus koperasi, manfaat UPK menjadi Koperasi, Model koperasi yang cocok, Bagaimana posisi BKM setelah UPK menjadi Koperasi, Bagaimana modal yang sudah ada saat ini dan manfaat bagi warga miskin. Setelah kajian kita dapatkan lalu langkah-langkah brigding UPK menjadi Koperasi dan pembinaannya.
Mengapa Koperasi
Dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Ketentuan tersebut sesuai dengan prinsip koperasi. Koperasi mendapat misi untuk berperan nyata dalam menyusun perekonomian yang berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang mengutamakan kemakmuran masyarakat buka kemakmuran orang – seorang.
Berdasarkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1992 koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi kebutuhan bersama di bidang ekonomi, social dan budaya sesuai dengan nilai dan prinspi koperasi. Dengan demikian koperasi diharapkan menjadi organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri dan tangguh serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi.
Nilai dan prinsip koperasi tidak jauh berbeda dengan nilai dan prinsip yang dikembangkan oleh PNPM. Nilai yang mendasari kegiatan Koperasi (pasal 5 ) yaitu kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggungjawab, demokrasi, persamaan, berkeadilan dan kemandirian. Nilai yang diyakini oleh anggota koperasi yaitu kejujuran, keterbukaan, tanggungjawab dan kepedulian terhadap orang lain.
Dibidang keanggotaan, UU No 17 Tahun 2012 memuat ketentuan yang secara jelas menerapkan prinsip koperasi dibidang keanggotaannya, yaitu keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka, satu orang satu suara, pengawasan koperasi oleh anggota, dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan perekonomian koperasi. Perangkat koperasi meliputi Pengawas dan pengurus yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pengawas berfungsi memberi nasihat kepada pengurus dan melakukan pengawasan terhadap kinerja pengurus, sedangkan pengurus bertugas mengelola koperasi.
Selain itu, undang-undang No. 17 tahun 2012 mendorong perwujudan prinsip partisipasi ekonomi anggota, khususnya kontribusi anggota dalam memperkuat modal koperasi. Salah satu unsur penting dari modal yang wajib disetorkan oleh anggota adalah sertifikat modal koperasi yang tidak memiliki hak suara. Sekalipun terdapat keharusan dalam pemilikan sertifikat modal koperasi, namun koperasi tetap merupakan perkumpulan orang dan bukan perkumpulan modal.
Bila melihat dari perundangan tersebut diatas maka sebenarnya, UPK yang kita bentuk dan fasilitasi merupakan lembaga pra koperasi, dalam rangka mengembangkan serta implementasi nilai dan prinsip. Maka tidak ada salahnya jika koperasi menjadi alternative pilihan.
Manfaat UPK Menjadi Koperasi
Jika UPK benar-benar berintegrasi menjadi koperasi ada beberapa manfaat atau keuntungan yang bisa didapatkan :
- Landasan Hukum usaha yang dijalankan oleh UPK sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh Pemerintah. Yakni UU No. 17 Tahun 2012, sehingga UPK dalam menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang berlaku.
- Masyarakat lebih merasa memiliki Koperasi UPK dibandingkan UPK. Diakui atau tidak bahwa anggota KSM yang ada di UPK masih sekedar layaknya peminjam yang tidak begitu peduli terhadap perkembangan UPK, mereka (KSM) tidak begitu sadar bahwa mereka merupakan anggota dari UPK. Ketika sudah berubah menjadi koperasi maka masuk menjadi anggota koperasi merupakan atas kesadarannya sendiri dan menjadi bagian dalam perkembangan koperasi.
- Dijalankan secara professional. Saat ini dalam menjalankan UPK masih separuh waktu bahkan disela-sela longgar waktu pengurus, karena seringkali walaupun pengurus UPK di berikan insentif namun tidak sebanding dengan beban kerja yang ditanganinya. Sampai sekarang ada UPK yang dapat insentif sekitar 150 ribu per bulan, bahkan ada yang dilakukan oleh seorang diri. Wajar jika perkembangan UPK tidak sesuai dengan harapan. Dengan demikian pembukuan dapat dibuat dengan tertib dan kepengurusan terisi lengkap dan berjalan sesuai tupoksinya.
- Permodalan tidak tergantung pada tambahan BLM tetapi permodalan sudah mengandalkan setoran pokok dan sertifikat modal. Bahkan bisa terjadi modal penyertaan, pinjaman dari anggota, hibah dan sumber lain yang sah.
Posisi BKM sebagai Pengawas
Mencermati UU No. 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian Bab V pasal 26 tentang keanggotaan dan bagian ketiga perihal pengawas pasal 48 - 54, dimungkinkan ketika UPK berubah menjadi Koperasi, BKM bisa berperan sebagai pengawas koperasi. Hal ini hampir mirip kewenangan BKM di UPK. Sesuai pasal 50 ayat 1 pengawas bertugas (a) mengusulkan calon pengurus, (b) member nasihat dan pengawasan kepada pengurus, (c) melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus, (d) melaporkan hasil pengawasan kepada Rapat Anggota.
pasal 50 ayat 2 kewenangan pengawas adalah (1) menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar, (2) meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari pengurus dan pihak lain yang terkait, (3) Mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari pengurus, (4) Memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakuan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam AD, (5) dapat memberhentikan pengurus untuk sementara waktu dengan menyebutkan alasannya.
Namun demikian tidak semua anggota BKM (9-13 orang) menjadi pengawas UPK disesuaikan dengan kebutuhan koperasi (AD), sebaiknya BKM yang memiliki kemampuan dalam manajemen dan ekonomi menjadi pengawas Koperasi.
Dana UPK menjadi Hibah atau Modal Penyertaan Koperasi
Salah satu keuntungan integrasi UPK menjadi Koperasi adalah bahwa saat ini UPK sudah memiliki modal baik yang berasal dari APBN maupun hasil perguliran. Persoalannya adalah status dana tersebut kedalam permodalan koperasi yang didirikan, apakah disebut modal awal, hibah, modal penyertaan, modal pinjaman atau sumber lain yang sah.
Kalau disebut modal awal koperasi, tidak sesuai dengan pasal 66 ayat (1) Modal koperasi terdiri dari setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.
Apabila di sebut status hibah, maka menjadi modal abadi bagi koperasi tersebut, maka tidak ada keuntungan apapun yang akan didapat oleh BKM secara kelembagaan kecuali pada AD/ART Koperasi SHU salah satu untuk kelembagaan BKM.
Apabila dimasukkan dalam status penyertaan modal, maka BKM turut menanggung resiko dan bertanggungjawab terhadap kerugian usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan sebatas nilai modal penyertaan yang ditanamkan di koperasi. Namun demikian dengan modal penyertaan BKM mendapat bagian keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai dengan modal penyertaan.
Mencermati opsi-opsi di atas, langkah yang terbaik adalah memasukkan modal yang sekarang ada sebagai modal hibah dengan catatan-catatan tambahan dalam perjanjian hibah kepada koperasi. BKM tidak perlu menanggung resiko, tetapi meminta pertanggungjawaban kepada pengurus.
Manfaat bagi Orang Miskin
Salah satu konsekuensi UPK menjadi Koperasi, keanggotaan koperasi menjadi terbuka baik warga miskin atau warga yang mampu. Berdampak bahwa kemanfaatan dana tidak hanya ditujukkan kepada warga miskin semata tapi kepada warga yang mampu.
Namun demikian koperasi UPK dapat didesain untuk lebih bermanfaat bagi warga miskin. Misalnya agunan yang dipersyaratkan bisa diminimalisir pinjaman tertinggi maksimal 500 ribu, sementara bagi anggota lain tidak berlaku. SHU dapat dialokasikan untuk kegiatan penanggulangan kemiskinan.
Melalui Koperasi UPK ini, warga miskin mulai diperkenalkan dengan konsep perbankan yang berpihak pada warga miskin.
Terkait dengan hal tersebut diatas, maka tidak perlu ada keraguan ketika UPK beralih ke Koperasi.
Bridging UPK ke Koperasi
Secara prinsip tidak memerlukan waktu yang lama untuk melakukan pengalih kelolaan dari UPK ke Koperasi UPK. Namun demikian yang harus diperhatikan adalah KSM dan anggota yang masih memiliki pinjaman kepada UPK belum diperkenankan untuk menjadi anggota koperasi sebagai pembelajaran, tetapi dapat menjadi anggota apabila sudah melunasinya.
BKM perlu mengadakan rembug warga/rembug warga luar biasa, untuk meminta persetujuan masyarakat ikhwal pendirian koperasi. Pada saat rembug tersebut disepakati AD/ART termasuk keanggotaan dan kepengurusannya.
Pengurus yang terpilih kemudian, koordinasi dengan dinas koperasi melengkapi persyaratan pendirian koperasi sekaligus pengajuan berbadan hukum kepada notaries atau kepada dinas koperasi setempat. Proses diperkirakan tidak lebih dari satu bulan perijinan opersional Koperasi UPK bisa keluar.
Setelah ijin keluar maka pengurus koperasi sudah bisa mengoperasionalkan koperasinya, baik sebagai koperasi konsumen atau koperasi produsen atau koperasi jasa atau koperasi simpan pinjam..
Mudah-mudahan bermanfaat dan sukses.
Oleh: Dade Saripudin
Tanggapan 13 di http://www.p2kp.org/forumdetil.asp?mid=50149&catid=4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar