10 Agustus 2014, Institusi dan Prodi Wajib Terakreditasi
Jika Tidak, Ijazah Lulusan Pasti Berstatus Bodong
JAKARTA - Masyarakat harus kian teliti memilih perguruan tinggi, khususnya terkait akreditasi. Jika salah pilih, legalitas ijazah menjadi taruhannya. Mulai 10 Agustus 2014 nanti, ijazah disebut sah jika dikeluarkan oleh kampus yang institusi dan prodinya telah terakreditasi.
Ketua Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) Mansyur Ramli menuturkan, aturan yang berlaku saat ini masih ketentuan lama. Yakni persyaratan ijazah legal hanya cukup prodinya saja yang terakreditasi. Tetapi dalam Undang-Undang 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi (Dikti) ijazah legal jika dikeluarkan oleh kampus yang institusi dan prodinya terakeditasi.
"Jika prodinya saja yang terakreditasi, ijazahnya bodong. Masyarakat harus tahu aturan baru ini, supaya tidak menyesal," katanya, Minggu (13/10).
Masnyur mengatakan meskipun UU Dikti itu disahkan 2012 lalu, tetapi pemerintah memberlakukan masa transisi. Dia menegaskan bahwa ketentuan akreditasi insititusi dan prodi untuk legalitas ijazah itu berlaku per 10 Agustus 2014.
Mantan kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendikbud itu menyebutkan, masih ada waktu bagi kampus untuk memasukkan usulan akreditasi institusi. Dia menyebutkan jumlah kampus negeri maupun swasta saat ini mencapai 3.600 unit. Tetapi jumlah kampus yang mengantongi akreditasi institusi baru sekitar 80 unit saja.
"Masyarakat harus hati-hati memilih kampus. Lebih baik masuk ke kampus yang terakreditasi institusi dan prodinya," paparnya.
Dia mencontohkan kasus di Unviersitas Nasional (Unas) Jakarta bebarapa waktu lalu. Mahasiswa salah satu prodi di fakultas hukum yang baru diwisuda, protes karena Ijazah yang mereka pegang ternyata bodong.
Mahasiswa protes karena saat masuk atau mendaftar kuliah, prodi yang mereka pilih itu terakreditasi A. Tetapi saat mereka diwisuda, akreditasi kampusnya kadaluarsa. Mansyur menegaskan legalitas ijazah berdasarkan status akreditasi ketika ijazah itu dikeluarkan bukan ketika mahasiswa mendaftar. Solus paling bijaksana adalah, kampus menunda wisuda hingga akreditasi yang baru dikeluarkan.
Mansyur mengatakan tugasnya tahun depan bakal semakin berat. Di saat potensi usulan akreditasi bakal melonjak, anggaran mereka untuk menjalankan akreditasi tetap.
Dia menguraikan tahun ini ada sekitar 7.000 prodi yang memasukkan borang akreditasi ke BAN-PT. Tetapi anggaran mereka di APBN 2013 hanya untuk mengakreditasi 3.200 unit saja.
Sisanya otomatis akan dimasukkan atau diluncurkan ke agenda akreditasi tahun depan. "Untuk tahun depan, anggaran akreditasi di BAN-PT juga tidak besar," kata dia.
Mansyur mengatakan mereka mengusulkan anggaran untuk 6.000 kegiatan akreditasi. Tetapi Kemendikbud rupanya memberikan anggaran hanya untuk sekitar 4.000 kegiatan akreditasi saja.
Khusus terkait biaya akreditasi, Mansyur mengelak jika dibebankan kepada kampus. Dia mengatakan untuk satu kali proses akreditasi, biayanya mencapai Rp 30 juta. Rinciannya diantaranya untuk tiket pesawat dua orang asesor rata-rata Rp 8 juta. Kemudian juga untuk honor asesor sebesar Rp 3 juta dan biaya akomodasi asesor selama visitasi yang nilainya bervariasi sesuai daerahnya. "Uang itu sudah ditanggung pemerintah," paparnya.
Kampus dilarang memberikan uang atau fasilitas lain seperti hotel kepada asesor yang melakukan visitasi. Pemberian itu bisa masuk dalam praktek gratifikasi. Pemberian itu dilarang juga untuk menjaga independensi asesor dalam mengakreditasi kampus.
Sedangkan untuk urusan waktu penerbitan akreditasi, Mansyur mengatakan membutuhkan 4 sampai 6 bulan. Estimasi waktu itu dihitung mulai dari memasukkan borang akreditasi hingga penerbitan SK akreditasi. Waktu tadi bisa semakin lama jika kampus menyatakan banding terhadap ketetapan akrediasi tadi. (wan)